PELUANG KELOR
Kemarin, saya terima sebuah paketan. Pesanan beberapa waktu lalu.
Semua berawal dari postingan sahabat. Saya bergejolak untuk mencoba. Rasa ketertarikan semakin menjadi, setelah saya mencari tahu lebih dalam tentang produk tersebut. Dari situlah saya temukan sebuah laman menarik, Timor Moringa.
Ya, Timor Moringa merupakan suatu brand produk lokal NTT yang didirikan oleh Meybi Agnesya, seorang putri asli daerah. Timor Moringa melahirkan berbagai olahan lanjutan berbahan utama daun Moringa. Yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut kelor. Di kampung saya (Flores) disebut marungge/marunggai. Dari dedaunan ini, Timor Moringa berhasil mengolahnya menjadi aneka produk, antara lain serbuk/tepung kelor, teh kelor, coklat kelor, daun kelor kering, dan masih banyak olahan lainnya.
Membaca dan melihat produk turunan dari daun kelor tersebut membuat saya terpesona. Bagaimana tidak, tanaman yang tumbuh sebegitu alaminya, tanpa perlakuan khusus, umumnya dijadikan tanaman pagar (rumah) dikampung saya-- diolah sedemikian rupa menjadi produk-produk kekinian di pasaran. Super!
Sebut saja serbuk/tepung kelor. Bahan baku tersebut dapat dikreasikan menjadi aneka olahan turunannya-- seperti brownies, ice cream, puding, mie, bolu, coklat, dan aneka makanan dan minuman lainnya.
Hasilnya tidak hanya menyentuh kaum milenial tetapi sesuai dengan permintaan pasar saat ini. Yang lebih penting mendongkrak nilai jual tanaman kelor itu sendiri.
Yang biasanya hanya diolah menjadi sayur bening di rumah (tak bernilai ekonomis), kemudian menjadi aneka produk berkelas, menjanjikan dan bernilai jual tinggi. Senada dengan manfaat kelor yang juga tinggi. Sebagaimana disampaikan Winarno, "dalam 100 gram daun kelor kering mengandung senyawa -- Protein dua kali lebih tinggi dari yoghurt, vitamin A tujuh kali lebih tinggi dari wortel, Kalium tiga kali lebih tinggi dari pisang, Kalsium empat kali lebih tinggi dari susu dan Vitamin C tujuh kali lebih tinggi dari jeruk. Daun kelor juga mengandung vitamin B6, zat besi, magnesium, serta riboflavin B2."
Sehingga, pantas mendapat julukan Super Food.
Bahkan WHO telah lama memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi/malnutrisi, seperti stanting.
Beruntungnya, pemerintah provinsi NTT melalui ibu Gubernur Julia Laiskodat mendukung penuh dan menggerakkan pemanfaatan dan konsumsi kelor. Ini sebuah peluang. Roda penggerak ekonomi masyarakat NTT.
Iklim tropis sangat memudahkan dalam membudidayakan. Akses informasi yang terus berkembang. Akses pasar yang mudah. Kelor akan menjadikan NTT berdaya. Ini peluang. Peluang didepan mata yang belum banyak digerakkan.
Kita mesti banyak belajar dari Timor Moringa. Menjadi penggerak dalam masyarakat!
***
🌏 MBAY-NAGEKEO
✍️ 16 Februari 2021
📮 17/02/21
⏳ 07.19 Wita
Komentar
Posting Komentar